Berjuang untuk Kemanusiaan M Joko Lelono ; Mahasiswa pascasarjana Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma |
KORAN JAKARTA, 31 Maret 2014
Dua pekan terakhir, perhatian dunia tertuju terpusatkan pada upacara mencari pesawat Malaysia Ailines (MAS) yang hilang bersama 239 penumpang dan kru pada 8 Maret 2014. Fenomena proses pencarian pesawat ini menarik dicermati. Atas nama kemanusiaan, begitu banyak negara terlibat mencari pesawat. Tidak kurang dari 26 negara bahu-membahu. Ini sangat mengagumkan karena mereka berjuang demi satu tujuan, menyelamatkan para penumpang dan awak. Atau paling tidak mereka bisa memberi kepastian bagi hati sekian banyak anggota keluarga dan kerabat para penumpang dan awak. Banyak juga dari kalangan awam ikut terlibat. Salah satu media mencatat, jumlah pencari melalui platform Crowdsourcing milik DigitalGlobe bernama Tomnod mencapai tiga juta orang. Meski petunjuk sangat minim, mereka terus berjuang sekuat tenaga. Keraiban MAS telah mempersatukan dunia dengan misi kemanusiaan. Internasional menegasikan segala persaingan ekonomi, militer, politik dan berbagai segi kehidupan lainnya. Semua tunduk di hadapan kemanusiaan. Indonesia yang beberapa tahun terakhir tidak terlalu harmonis dengan Malaysia pun terlibat dalam pencarian. Tentu naif untuk mengatakan bahwa Indonesia terlibat hanya untuk menyelamatkan warganya. Demikian juga negara lain yang terlibat. Rasanya persatuan itu ada dalam satu nama bernama kemanusiaan. Memang hingga kini belum ada titik terang. Bahkan pernyataan Perdana Menteri Malaysia pada Senin (24/3) pun belum memastikan pesawat hancur dan hilang karena tidak cukup bukti. Namun, usaha itu sendiri adalah sebuah hasil.Mereka membangun harapan bagi sekian banyak kerabat dan keluarga korban. Dunia memberi harapan kepada semua umat manusia yang sekarang, melalui media, menjadi bagian musibah MAS. Yakinlah bahwa persatuan ini sebuah hasil. Semua dalam satu bahasa yang sama, kemanusiaan. Kalau akhirnya pun nanti usaha internasional tersebut gagal, jerih payah mereka bukan tanpa makna. Para pencari sudah bekerja maksimal. Itulah jiwa perjuangan ini. Coba bandingkan dengan situasi di dalam negeri yang tengah konsentrasi guna menyelenggarakan pemilu. Ada begitu banyak orang yang ingin terlibat dalam usaha membangun bangsa ini. Krisis telah mempurukkan Indonesia karena tata pendidikan dan kepemimpinan masih kacau. Jumlah orang miskin tetap tinggi dan korupsi merajalela. Anggota-anggota masyarakat ingin terlibat memperbaiki kondisi demikian. Di antara mereka ada juga para calon legislatif (DPR) yang mencapai 6.607. Berdasar rekam jejak muncul kegelisahan warga yang meragukan misi mereka. Selama ini legislator lebih banyak memikirkan diri sendiri, bukan rakyat. Pemilu sebagai jalan mencapai kebaikan masyarakat menjadi ambigu. Filsuf dan matematikawan Prancis Rene Descartes mengatakan, "Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya." Dengan kata lain, kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah cogito ergo sum - aku berpikir (ada) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi (Ali Maksum, 2012). Ungkapan Descartes untuk menjawab keraguan keberadaan pribadi. Dalam konteks hidup yang lebih luas – misalnya – para pencari MAS, kalau mereka memikirkannya, maka individu-individu itu ada. Demikian juga masyarakat yang ingin terlibat membangun Indonesia, hanya benar-benar eksis bila memikirkan nasib bangsa. Sebaliknya, andai caleg hanya konsen pada diri sendiri dan melupakan rakyat, sesungguhnya orang-orang itu tidak eksis. Ketidakpekaan dan ketidakpedulian pada penderitaan dan ketidakadilan yang dialami wong cilik, nyata-nyata sebuah kondisi ab esse (absen). Pemerintahan selama ini banyak absen memikirkan nasib rakyat bergizi buruk, perang antarsuku di Papua, pengungsi di Kupang atau juga penyelesaian musibah lumpur Lapindo. Jiwa Perjuangan Spirit perjuangan mencari pesawat adalah demi kemanusiaan. Bisa saja "para pejuang" itu gagal menemukan, tetapi langkah tegap membantu sesama dengan mengerahkan sekuat tenaga, dan menyingkirkan ego, harus diacungi jempol. Spirit yang sama, bisa dipikirkan untuk kemajuan Indonesia. Pemenang pemilu harus bekerja ekstrakeras, sehingga kalau masih juga gagal, akan "diterima" atau di-"maafkan." Mereka hadir memikirkan nasib rakyat guna memperbaiki kemiskinan. Pemimpin harus menjauhkan diri dari dorongan besar mementingkan diri sendiri. Permintaan bangsa tidaklah muluk-muluk, para pemimpin pertama-tama harus hadir. Di tengah arena kehidupan bangsa yang karut marut ini, bangsa tetap harus bersyukur karena masih banyak warga yang hendak bergabung memperbiki negara di dalam pemerintahan. Semoga gerakan massal ini mengarah kepada perbaikan hidup. Misi kemanusiaan harus dijunjung tinggi. Keberadaan mereka untuk berpikir demi kemajuan bangsa perlu terus dipupuk. Kesatuan harus diusahakan. Siapa pun yang terpilih melaksanakan pemerintahan harus berkolaborasi dengan rakyat mewujudkan perbaikan seluruh rakyat. Harapannya, layaknya pihak-pihak yang terlibat dalam usaha pencarian pesawat Malaysian Airlines MH370 yang mengalahkan persaingan demi kemanusiaan, kita pun berjuang untuk mengangkat harkat martabat bangsa. Seperti halnya mereka mau hadir dan ada bagi para korban maupun keluarganya, demikian hendaknya para caleg, capres dan cawapres yang nantinya terpilih mau hadir bagi bangsa ini. Kita tidak lagi butuh para pembual janji yang tidak bekerja.Kita perlu pribadi sederhana yang misinya bukan demi diri sendiri tetapi sungguh berpikir untuk kemanusiaan, demi kebaikan bangsa dan negara Indonesia Tercinta. Pencarian MH370 menjadi cerminan pencarian kita akan kesejahteraan bersama. Semoga ada hasil, kalau pun tidak, kita sudah patut berbangga diri karena sudah mengusahakan yang terbaik yang kita bisa demi kesejahteraan semua. ● |
Post a Comment