Perguruan Tinggi OtonomKi Supriyoko ; Wakil ketua umum Majelis Luhur Tamansiswa, Anggota BAN-PT |
JAWA POS, 17 Februari 2014
Konvensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2014 yang baru saja diadakan di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menghasilkan pokok pikiran yang menarik untuk disimak. Yaitu, perlunya negara menyelenggarakan perguruan tinggi otonom melalui pembentukan Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi. Adapun argumentasinya, bersatunya pengelolaan perguruan tinggi dalam kementerian riset akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas upaya merealisasi tridarma perguruan tinggi. Sebagaimana diketahui, salah satu di antara tiga darma yang wajib dilaksanakan civitas academica perguruan tinggi adalah darma penelitian. Apabila memungkinkan, demikian pokok pikiran FRI, penyelenggaraan perguruan tinggi otonom tersebut segera dimulai pada 2015 alias tahun depan. Produktivitas Penelitian Sebenarnya gagasan perguruan tinggi otonom tidak baru. Oleh anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) periode 1998-2003, masalah perguruan tinggi otonom pernah didiskusikan secara intensif. Diskusi BPPN tidak membuat rekomendasi kepada menteri pendidikan karena opini anggota terbelah antara yang sependapat dan tidak. Anggota BPPN terdiri atas para pemikir dan praktisi pendidikan lintas disiplin. Antara lain, Awaloeddin Djamin (Polri), Umar Anggara Jeni (LIPI), Ali Yafie (MUI), Lily Rilantono (UI), Koesnadi Hardjasoemantri (UGM), I Made Bandem (ISI), August Kafiar (Uncen), Ki Supriyoko (Tamansiswa), dan Sutjipto Wirosardjono (BPS). Penyelenggaraan perguruan tinggi otonom dapat mengakselerasi penelitian dosen dan mahasiswa yang selama ini dikenal rendah jika dibandingkan dengan mancanegara, apalagi negara maju. Dibandingkan dengan Amerika Aserikat (AS), misalnya, produktivitas penelitian dosen di Indonesia tergolong rendah. Banyak dosen kita yang melakukan penelitian untuk sekadar formalitas serta jauh dari orientasi hasil untuk pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. Buktinya, banyak laporan penelitian yang "nongkrong" di rak-rak perpustakaan tanpa dibuka, bahkan banyak laporan penelitian yang hilang entah ke mana. Hasil penelitian dosen di AS sudah dijadikan dasar untuk memperkuat ilmu yang diajarkan di bangku kuliah. Para dosen bergairah melakukan penelitian karena iklim penelitian sudah tumbuh. Penghargaan terhadap dosen yang melakukan penelitian pun relatif tinggi. Dengan iklim penelitian seperti itu, wajarlah kalau banyak dosen di AS yang berprestasi memenangi hadiah nobel atas penelitiannya. Sebut saja, misalnya, Alvin Roth, dosen Harvard Business School di Massachusetts penerima Nobel Ekonomi 2012. Juga Brian Kobilka, dosen Stanford University School of Medicine di California penerima Nobel Kimia 2012, dan Jack W. Szostak, dosen Harvard Medical School di Massachusetts peraih Nobel Kedokteran 2009. Dengan diselenggarakannya perguruan tinggi otonom di bawah Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi, diharapkan iklim penelitian tumbuh -yang ujungnya meningkatkan produktivitas penelitian dosen dan mahasiswa. Berpotensi Ribet Gagasan meningkatkan produktivitas penelitian dosen dan mahasiswa perlu diapresiasi, namun tidak harus direalisasi dengan menyelenggarakan perguruan tinggi otonom di bawah kementerian baru. Kalau kita cermati, sistem perundang-undangan kita sudah mendukung penelitian dosen. Lahirnya UU Pendidikan Tinggi yang terdiri atas 12 bab dengan 100 pasal dan notabene terdapat 44 kata penelitian memberikan ruang gerak yang luas kepada dosen serta mahasiswa untuk melakukan penelitian. Lahirnya UU Pendidikan Tinggi juga sekaligus membedakan standar nasional pendidikan antara pendidikan tinggi dengan pendidikan dasar dan menengah. Kalau standar nasional pada pendidikan dasar dan menengah cukup delapan, yang kita kenal dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP), standar nasional pendidikan tinggi terdiri atas sepuluh, terdiri atas SNP ditambah dengan standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat. Standar penelitian yang eksplisit disebut dalam UU Pendidikan Tinggi itulah yang membedakan perguruan tinggi dengan sekolah (dan madrasah). Juga standar penelitian itulah yang harus dicapai dan dilampaui oleh dosen dan mahasiswa perguruan tinggi dengan cara meningkatkan produktivitas penelitian serta mengaplikasikannya dalam pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. Kita memang perlu meningkatkan produktivitas penelitian dengan menyelenggarakan perguruan tinggi yang notabene sudah otonom tanpa harus membentuk kementerian baru yang berpotensi membikin ribet !!! ● |
Post a Comment