RUU Perdagangan, Stabilisasi Harga, dan Produksi

  RUU Perdagangan, Stabilisasi Harga, dan Produksi

Firmanzah  ;   Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KORAN SINDO,  17 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Desain kebijakan dalam Undang-Undang (UU) Perdagangan yang belum lama ini disahkan menjadi pedoman mengelola sektor perdagangan, terutama untuk memperkuat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. 

Perluasan sumber pertumbuhan terus dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkesinambungan, kokoh, dan berkualitas. Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional ditopang sektor konsumsi dan investasi. Melalui kebijakan dalam UU Perdagangan, sektor perdagangan terus didorong menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi bersama-sama dengan konsumsi dan investasi. 

Restrukturisasi dan diversifikasi sumber pertumbuhan tentunya akan berdampak positif bagi pengelolaan perekonomian nasional. Ancaman potensi risiko ekonomi global akan lebih mudah ditangani dengan beberapa mesin pertumbuhan dibandingkan hanya mengandalkan satu sektor. Sejak pertengahan 2012, kinerja neraca perdagangan Indonesia relatif melambat akibat pelemahan permintaan yang mengganggu kinerja ekspor. 

Begitu pula sepanjang 2013, kondisi perdagangan dunia masih tertekan dan menjadikan permintaan negara-negara maju seperti Amerika dan Zona Eropa melemah. Kondisi ini tentunya memberi sentimen negatif bagi kinerja perdagangan nasional. Kendati demikian, di akhir 2013, neraca perdagangan dalam tiga bulan berturut- turut (Oktober–November– Desember 2013) mulai menunjukkan kinerja menggembirakan. 

Neraca perdagangan Oktober, November, Desember 2013 secara berturut-turut surplus USD42 juta, USD776,8 juta, dan USD1,52 miliar. Bahkan surplus neraca perdagangan di Desember 2013 tercatat yang tertinggi sejak 2011. Surplus ini tentunya akan memberi dampak positif terhadap neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran. Surplus neraca perdagangan Desember 2013 juga telah mendorong peningkatan cadangan devisa dan penguatan nilai tukar rupiah hingga akhir Januari 2014. 

Cadangan devisa hingga akhir Januari 2014 sebesar USD100,7 miliar atau setara 5–6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pengesahan RUU Perdagangan Indonesia oleh DPR pada 11 Februari 2014 merupakan sejarah baru di sektor perdagangan nasional. UU Perdagangan ini merupakan satu-satunya dan pertama kali diundangkan setelah selama 80 tahun ini menggunakan aturan Bedrijfsreglementerings Ordonnatie (BRO) tahun 1934. 

Dengan disahkannya UU Perdagangan, ketentuan perdagangan dalam Bedrijfdreglementerings Ordonnantie 1934 serta UU lain seperti UU tentang Barang, UU Perdagangan Barang-barang dalam Pengawasan, dan UU Pergudangan sudah tidak berlaku lagi. Sementara regulasi lainnya (yang lebih rendah dari UU) akan dilakukan penyesuaianpenyesuaian mengikuti amanat dalam UU Perdagangan. 

Pengesahan UU perdagangan ini didasari keinginan untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia, khususnya di tengah integrasi ekonomi dunia yang sarat dengan ketidakpastian. Pada sisi yang lebih strategis, UU Perdagangan ini merupakan representasi dari komitmen besar pemerintah dan DPR untuk menjaga sektor perdagangan nasional agar dapat memberikan daya dorong dan nilai tambah bagi perekonomian nasional. 

Atau merupakan salah satu pilar strategis bagi kesinambungan kinerja ekonomi dan kedaulatan ekonomi nasional. UU Perdagangan ini merupakan manifestasi dari keinginan untuk memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan perdagangan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Hal ini jelas tertuang dalam Pasal 2 (a) yang berbunyi: ”Kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional.”

Artinya secara eksplisit kebijakan perdagangan nasional sematamata ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional. Kepentingan tersebut meliputi mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong daya saing perdagangan, melindungi produksi dalam negeri, memperluas pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang dan jasa, penguatan UMKM, dan sebagainya. 

UU yang terdiri atas 19 bab dan 122 pasal ini memuat fungsi kebijakan, pengaturan, dan pengendalian di sektor perdagangan yang diharapkan dapat memacu kinerja sektor perdagangan nasional. Kepentingan nasional dalam UU Perdagangan ini khususnya meliputi: stabilisasi harga barang/barang kebutuhan pokok, melindungi produk dalam negeri, penguatan daya saing produk domestik, pengendalian impor serta peningkatan ekspor barang bernilai tambah tinggi. 

Dengan UU Perdagangan ini, pemerintah diberi mandat untuk melakukan intervensi pengamanan pasokan dalam negeri, termasuk di dalamnya keterjangkauan atau stabilisasi harga. Di samping itu, UU Perdagangan memberi ruang luas bagi upaya peningkatan produksi dan daya saing hasil produksi dalam negeri melalui berbagai fasilitas sarana perdagangan. 

Mandat UU Perdagangan kepada pemerintah untuk mengendalikan kegiatan perdagangan dalam negeri tertuang dalam Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi: ”Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan Dalam Negeri melalui kebijakan dan pengendalian.” Kebijakan dan pengendalian ini meliputi peningkatan efisiensi dan efektivitas distribusi; peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha; pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri; peningkatan akses pasar bagi produk dalam negeri; dan pelindungan konsumen (Pasal 5 ayat 2). 

Secara spesifik UU ini berkomitmen meningkatkan penggunaan produk dalam negeri seperti tertuang dalam Pasal 22 ayat 1 yang berbunyi: ”Dalam rangka pengembangan, pemberdayaan, dan penguatan Perdagangan Dalam Negeri, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pemangku kepentingan lainnya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengupayakan peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri.” 

Untuk mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri, pemerintah dimandatkan melakukan keberpihakan melalui promosi, sosialisasi, atau pemasaran dan menerapkan kewajiban menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 22 ayat 2). 

Sementara terkait dengan upaya stabilisasi harga melalui pengendalian pasokan barang-barang pokok atau barang penting lainnya diatur pada Pasal 25–34. Dengan UU Perdagangan, pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengendalian pasokan, stabilisasi harga dan produksi barang-barang kebutuhan pokok atau barang penting lainnya. 

Hal ini tertuang dalam Pasal 25 ayat 1 yang berbunyi: ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.” UU ini juga mewajibkan pemerintah untuk menjamin ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga baik untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen sekaligus melindungi pendapatan produsen (Pasal 25 ayat 2 dan 3). 

Pada kondisi tertentu yang dipandang berpotensi membahayakan perdagangan dalam negeri, pemerintah diberi kewenangan oleh UU ini untuk memberlakukan larangan atau pembatasan perdagangan barang/jasa untuk kepentingan nasional (Pasal 35 ayat 1). 

Pembatasan ini dilakukan dengan pertimbangan; melindungi kedaulatan ekonomi; melindungi keamanan negara; melindungi moral dan budaya masyarakat; melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup; melindungi penggunaan sumber daya alam yang berlebihan untuk produksi dan konsumsi; melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan; melaksanakan peraturan perundang-undangan; dan/atau pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas Pemerintah (Pasal 35 ayat 2). 

Penekanan peningkatan penggunaan dan perlindungan produk dalam negeri merupakan manifestasi dari komitmen mengedepankan kepentingan nasional. Pemerintah percaya, memberikan perlindungan dan penguatan bagi produk dan produksi dalam negeri merupakan upaya untuk mewujudkan ketahanan ekonomi secara luas dan mendorong daya saing nasional. 

Kita yakin dan optimistis kelahiran UU Perdagangan menjadi momentum yang bersejarah dalam perekonomian nasional baik terkait dengan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya maupun mendorong kemajuan ekonomi bangsa. UU Perdagangan sekaligus mengonfirmasi arah dan orientasi kebijakan perdagangan Indonesia di tengah volatilitas permintaan dunia. 

Pemerintah bersama DPR meyakini potensi perdagangan nasional merupakan salah satu keunggulan ekonomi Indonesia dibandingkan ekonomi negara berkembang lainnya. Namun hal ini membutuhkan pengungkilan yang optimal (leveraging) dan ini ditempuh dengan disahkannya RUU Perdagangan ini menjadi UU sebagai alat pengungkil potensi perdagangan nasional. 

Seiring pengesahan RUU ini, pemerintah dalam waktu dekat ini akan menjabarkan amanat UU ini sebagai pedoman teknis pelaksanaan dalam bentuk 9 peraturan pemerintah, 14 peraturan presiden, dan 20 peraturan menteri.
Indeks Prestasi

Post a Comment