UMKM dan Industri Manufaktur JepangMu’man Nuryana ; Alumni IATSS Forum (Summer Batch 1989), Suzuka, Mie Prefecture, Jepang |
SUARA KARYA, 21 Februari 2014
Dalam konteks Jepang, kata manufacturing tidak hanya merujuk pada penciptaan barang, tetapi juga didefinisikan sebagai 'kreativitas pengrajin', the creavity of the craftsman. Jadi manufacturing itu mencirikan keterampilan dan teknik sebagai garis bawah kekuatan teknologi Jepang. Kalau publik sering mengasosiasikan bahwa produk Jepang dengan perusahaan besar, itu sebenarnya keliru. Yang tepat adalah bahwa beragam sukucadang yang menciptakan produk tersebut biasanya dibuat oleh perusahaan-perusahaan kecil atau menengah. Sebab, sejarah Jepang dalam manufacturingfaktanya diukir oleh upaya tanpa kenal lelah (kinben) dari pebisnis kecil dan menengah. Perusahaan kecil dan menengah Jepang mendukung kerajinan tradisional sejak sebelum periode Meiji, dan hingga sekarang terus mendukung pembangunan industri modern bangsa tersebut. Dewasa ini, mereka membentuk tulang punggung teknologi kelas dunia Jepang. Bagaimana perusahaan tersebut mendukung pertumbuhan Jepang? Inilah sekelumit sejarah Jepang mengembangkan keterampilan dalam manufacturing dan industri mereka. Jepang berada dalam sebuah negara nasional terisolasi hingga akhir periode Edo, tetapi memberikannya banyak waktu untuk mengembangkan keunikan budaya sendiri tanpa banyak pengaruh dari luar negeri ketika budaya Samurai diciptakan. Selama periode Meiji, Pemerintah Jepang memfokuskan pada pembangunan sistem pendidikan wajib, karena mereka percaya bahwa pendidikan meletakkan dasar bagi industri untuk tumbuh. Melihat sejarah sistem pendidikan Jepang, perobatan (medicine) datang pertama ke Jepang, diikuti oleh kejuruteraan (engineering) dan ketiga hukum. Tetapi, hampir di semua negara di dunia, pendidikan selalu memulai dengan teologi, kemudian diikuti oleh hukum, kesusasteraan (literatures) dan menyusul kejuruteraan. Maka, pada periode setelah Restorasi Meiji, Jepang memulai dengan kecenderungan pada pembangunan industri. Selama tahun 1960-an, industri kimia berat ditanamkan, yang memungkinkan industri mekanik, elektrik dan otomotif untuk tumbuh dengan subur. Selanjutnya, tahun 1970-an Jepang mulai memfokuskan pada pembuatan otomobil, komputer, dan mesin berpresisi tinggi. Kepatuhannya yang demikian ketat terhadap input-output table antar-industri mereka menjadikannya sebuah bagian tidak terpisahkan dari strategi manufacturing Jepang. Dilihat dari perspektif pengembangan usaha kecil dan menengah (UMKM), Jepang memiliki pertumbuhan perusahaan kecil dan menengah yang sangat berbeda dengan negara-negara lain di dunia termasuk dengan Indonesia. Jepang memfokuskan pada kekuatan industri kecil dan menengah sejak dari awal pertumbuhan ekonomi tinggi (kodo keizai-seicho). Sebagai contoh, untuk memperkuat industri otomotif, langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah memperkuat perusahaan yang membuat asesori atau sukucadang untuk mobil misalnya, sebelum industri mobil dibangun dan dikembangkan. Pembuat mobil ditata dalam roadmap ini, sehingga perusahaan ini mampu mengembangkan apa yang dikenal dengan 'hubungan orangtua-anak' sepanjang waktu. Demikianlah ciri atau sifat industri otomotif Jepang, di mana fokusnya pada parts-making companies (sukucadang-membuat perusahaan) ketimbang fokus pada perusahaan melakukan assemby. Sedangkan di negara-negara lain sebaliknya 'perusahaan membuat sukucadang'. Ini adalah sesuatu yang luar biasa, meskipun perusahaan kecil dan menengah adalah para saingan dalam realitas, tetapi mereka membantu satu-sama-lain dalam satu spirit bersama yang disebut Japan Incorporated dalam modernisasi maupun dalam pencapaian produktivitas tinggi Jepang. Di beberapa industri manufaktur dan otomotif di Jepang, hampir semua pemilik dan direksi serta manajemen perusahaan baik skala besar, menengah maupun kecil, bukan saja mereka adalah individu-individu yang menarik, tetapi juga adalah pribadi-pribadi yang sangat berdedikasi untuk mendidik para pegawai mereka. Perusahaan lebih besar menarik para calon pegawai karena nama besar perusahaan, sedangkan presiden (shacho) dari perusahaan kecil dan menengah sangat mengandalkan pada kepribadian mereka untuk menarik dan mempertahankan para pegawai mereka yang memiliki bakat. Para pegawai tersebut akhirnya mendedikasikan diri bagi pekerjaan mereka, selalu berpikir tentang para pelanggan mereka dari permulaan bekerja hingga akhir pengabdian mereka terhadap perusahaan. Faktor inilah yang membuat para pegawai menerima kepercayaan dari perusahaan lebih besar. Dalam dunia yang semakin terbuka karena globalisasi sekarang ini, Jepang terus bekerja lebih keras dan tekun dalam rangka 'merayu' pasar luar negeri. Pasar luar negeri adalah segala-galanya bagi perusahaan Jepang dengan tetap memperhatikan pasar dalam negeri. Bercermin pada pengalaman Jepang, Indonesia memiliki kesempatan dan peluang jauh lebih baik karena sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ber-limpah. Populasi sumber daya manusia berusia muda yang siap mengisi industri manufaktur asal diberi kesempatan. Energi dan sumber daya mineral kita harus diproses di dalam negeri sebagai area utama dalam pengembangan industri manufaktur, sehingga area-area lainnya bisa mengikuti secara alamiah. Pengolahan energi dan sumber daya mineral untuk mendukung industri manufaktur memberikan value-added bagi bangsa ini. Tetapi, ada dua tantangan besar yang dihadapi bangsa ini dalam pembangunan industri manufaktur melalui perusahaan kecil dan menengah. Pertama, masalah manajemen: bagaimana menggeser fokus perhatian dari perusahaan besar kepada perusahaan kecil dan menengah. Kedua, mencari pemimpin perusahaan yang berdedikasi tinggi yang mendidik para pegawai sekaligus memberi suri tauladan sehingga para pegawai mendedikasikan dirinya bagi perusahaan. ● |
Post a Comment