Jihad Habibie

Jihad Habibie

M Sya Roni Rofil  ;   Mahasiswa S-3 Ilmu Politik dan Hubungan Internasional
Marmara University, Istanbul-Turki
REPUBLIKA,  28 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Presiden ketiga Republik Indonesia itu kendati sudah uzur namun semangatnya seperti tak pernah padam untuk memikirkan rakyat Indonesia. Terbang ke berbagai daerah dan negara adalah kesibukannya hari-hari ini, termasuk menghadiri kuliah umum di luar negeri ketika diminta.

Baharudin Jusuf Habibie berada di Turki (Jumat 21/2) menghadiri seremoni dua tahun wafatnya Necmetin Erbakan, kolega Habibie di saat kuliah di Jerman maupun mitra ketika keduanya memimpin negara mereka masing-masing. Habibie sebagai presiden Republik Indonesia era 1998-1999, sebelumnya Habibie menjabat wakil presiden dan menteri, begitu juga dengan Erbakan yang menduduki karier puncak sebagai perdana menteri Turki era 1996-1997. Keduanya menjabat dalam waktu yang singkat sebab politik bukanlah habitat natural mereka.

Hadirnya Habibie di Turki atas undangan Yayasan Erbakan yang kini dipimpin oleh putra Erbakan, Fatih Erbakan. Dalam seremoni, Habibi diberi kehormatan untuk menyampaikan pidato tentang pandangannya terhadap Erbakan dan kesan-kesan selama berjuang bersama memikirkan persoalan lebih besar dari sekadar persoalan domestik.

Dari debat dan diskusi keduanya ternyata tersimpan sejarah lahirnya organisasi D-8, Developing Eights, organisasi yang menghimpun negara-negara dengan komunitas Muslim terbesar dan memiliki performa ekonomi positif meliputi Indonesia, Iran, Turki, Malaysia, Pakistan, Mesir, Bangladesh, dan Nigeria.

Pesan untuk anak muda Habibie adalah satu dari sedikit tokoh bangsa yang masih konsisten berada pada garis hati nurani, tak pernah lelah memikirkan bangsa yang begitu besar seperti Indonesia. Dalam diskusi terbatas di Wisma KBRI Habibie bercerita tentang perjalanan hidup ketika menuntut ilmu hingga Jerman untuk cita-cita lebih besar, membangun industri strategis untuk meningkatan martabat bangsa di bidang teknologi. Singkat cerita, Habibie tampil sebagai orang nomor satu di Indonesia di saat-saat menentukan.

Reformasi 1998 adalah salah satu titik balik paling penting bangsa Indonesia di abad kedua puluh satu. Andai reformasi hari itu gagal, maka Indonesia hanya tinggal cerita, bisa saja Indonesia berubah menjadi negara Balkan.

Nyatanya Habibie berhasil menjawab tantangan sekaligus mandat rakyat yang diberikan rakyat kepadanya pasca pengunduran diri Presiden Soeharto.

Dalam waktu singkat Habibie melakukan terobosan penting terutama dalam bidang reformasi politik. Ia membuka keran kebebasan seluas-luasnya, mempersiapkan penyelenggaraan pemilu demokratis setelah tiga dekade terpasung dalam demokrasi formalitas. Ia berhasil menahan laju inflasi mata uang rupiah yang babak belur dihantam krisis ekonomi yang melanda Asia sejak 1997.

Namun kekecewaan Habibie tak bisa ia tutupi ketika mengingat-ingat sejarah dirgantara Indonesia di mana imajinasinya telah terlampau jauh meninggalkan pikiran pendek politisi dan kebanyakan birokrat Indonesia saat itu. N-250 adalah pesawat monumental sekaligus simbol superioritas Indonesia di bidang teknologi yang diprediksi akan jauh lebih menguntungkan ketimbang berharap nasib dari sumber daya alam yang pasti akan sirna. Tahun 1995 bangsa Indonesia berhasil menerbangkan pesawat buatan anak mereka sendiri setara dengan produk bangsa-bangsa lain seperti Eropa dengan Airbus atau Amerika dengan Boeing-nya.

Proyek jangka panjang itu menemui ajalnya pada tahun 1998 karena desakan IMF dan penerimaan oleh DPR kala itu. Ribuan karyawan terdidik di IPTN praktis eksodus ke mana-mana untuk mencari lapangan kerja. Eks ilmuwan dan teknisi IPTN dengan senang hati diterima raksasa industri pesawat di Eropa dan Amerika.

Jihad pembangunan

Sosok kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 1936, itu memang dikenal konsisten dengan konsepsi keilmuan iptek (llmu pengetahuan dan teknologi) dan imtak(iman dan takwa), menggabungkan aspek keilmuan dan spiritualitas untuk pembangunan menyeluruh. Memproyeksikan manusia Indonesia yang menguasai teknologi namun tidak jauh dari nilai-nilai profetik. Konsepsi seperti ini bila diinterpretasikan maka akan menjadikan sosok profesional yang menguasai teknologi berbasis added value dan mengabdi untuk kepentingan yang lebih luas karena memiliki basis etika dan spiritualitas.

Di sela-sela kunjungannya ke Turki, baik di saat pidato kehormatan maupun wawancara media, Habibie tanpa ragu mengutarakan pandangannya tentang konsep jihad yang selama ini didominasi oleh ritus kekerasan dan bom bunuh diri yang selalu diidentikkan dengan kelompok teroris (berafiliasi dengan Islam).

Habibie secara tegas menolak jihad kekerasan namun siap melakukan jihad besar-besaran untuk melawan kemiskinan, ketidakadilan, dan ketertinggalan di bidang pembangun. "Jangan pernah samakan kami dengan Al Qaeda!" kata Habibie.
Tentu saja pandangan seperti ini menjadi warna pembeda buat publik Turki dan negara tetangga Turki di kawasan Timur Tengah yang memiliki antusiasme tinggi terhadap perkembangan di Turki.

Lontaran gagasan yang disampaikan Habibie sekaligus merepresentasikan ide Islam moderat yang selama ini menjadi jangkar pembangunan di Indonesia.
Dunia Islam sedang memiliki problem akut di bidang pembangunan dan butuh katalisator untuk merealisasikannya.

Ide Habibie menolak jihad kekerasan dengan mengalihkannya untuk memperkuat diri memberantas problem akut yang masih menjadi problem di sejumlah negara Muslim. Problem itu mulai dari problem kemiskinan, buta huruf, sanitasi yang buruk, demokratisasi, kesetaraan gender dan persoalan-persoalan lain yang menjadi stigma buruk terhadap komunitas Islam di mana saja.

Pada akhirnya, Habibie adalah duta bagi ide bangsa Indonesia yang cinta damai. Duta bagi komunitas Islam moderat terbesar di dunia yang unggul dalam keilmuan dan maju dalam pembangunan dengan tanpa menegasikan nilai-nilai spiritualitas yang kini menjadi persoalan peradaban. Pada titik ini bangsa Indonesia sudah siap mengambil alih tanggung jawab persoalan dunia!
Indeks Prestasi

Post a Comment