Kearifan Prof DamardjatiMunawir Aziz ; Alumnus Pascasarjana UGM |
TEMPO.CO, 21 Februari 2014
Prof Dr Damardjati Supadjar adalah biografi tentang kearifan. Seluruh hidupnya diwakafkan untuk menyelami nilai-nilai Jawa, menyerap filosofinya, dan menyebarkan kepada murid-muridnya. Sebagai orang yang sering ngangsu kaweruh-baik melalui kuliah, seminar, maupun buku-bukunya-saya dan teman-teman UGM sangat merasa kehilangan atas wafatnya pada 17 Februari 2014. Kisah hidup Pak Damar-begitu panggilan akrabnya-menjadi referensi bagaimana intelektual mengabdikan waktu, tenaga, dan pikirannya. Dosen filsafat Universitas Gadjah Mada ini seakan sudah berada pada tahapan begawan, yang hanya ingin menceburkan diri pada ilmu dan memberi pencerahan kepada murid-muridnya. Sebagaimana seorang sufi, Pak Damar mampu mengelola ilmu sebagai jembatan untuk mencerahkan hati, juga jalan menuju Tuhan. Damardjati kecil lahir di lereng utara Gunung Merbabu, Magelang, pada 30 Maret 1940. Ia tumbuh dalam tradisi kawasan Gunung, yang kaya akan pernik budaya dan kearifan hidup. Inilah fondasi utama Pak Damar dalam mencerap ilmu dan memaknai filsafat. Dari beberapa ceramah dan kuliahnya terakhir, terlihat bahwa Pak Damar mampu mengelola pengetahuan sebagai inspirasi. Pak Damar juga kaya humor. Lelucon menjadi bingkai inspirasi dan nilai-nilai hikmah yang beliau ajarkan. Ia berujar, "Pencari ilmu itu seperti detektif yang menyelidiki sebuah fakta, gejala, peristiwa, lalu menyampaikan hipotesa, menguji, dan akhirnya menemukan hubungan antar-fakta, sehingga kemudian mengambil kesimpulan." Inilah kerangka pemikiran Pak Damar, yang menganggap ilmu sebagai-dalam istilah pesantren-manhaj al-fikr (metodologi berpikir). Pandangan Pak Damar selaras dengan apa yang disampaikan Syekh al-Mawardi dalam kitabnya, Ad-Dunya wa ad-Din, yang mengungkap filosofi ilmu. Pak Damar, menulis beberapa karya: Kata-kata Kunci, Wulang-wulang Kejawen (1984), Etika dan Tata Krama Jawa Masa Lalu dan Masa Kini (1985), serta Filsafat Sosial Serat Sastra Gending (2001). Dalam karya terakhir, Pak Damar memaknai serat karya Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645), Sang Raja Mataram. Karya ini menjadi penanda penting dari cara pandang, posisi keilmuan, dan kearifan hidup Pak Damar, dengan menganalisis secara mendalam teks serat dalam kerangka filsafat sosial. Inilah titik pijak keilmuan Pak Damar. Dari beberapa ceramah, Pak Damar mengungkapkan: "hidup ini seperti matematika, dan kita harus belajar dari angka nol." Ia menjelaskan, "Kalau diperhatikan, selama hidupnya manusia hanya menjumlah atau menambah, misalnya nambah harta, nambah anak, atau nambah jabatan. Jika begitu, niscaya hidupnya tidak akan cepat menuju kesempurnaan, menuju infinitum." Dari ungkapan Pak Damar, jelas bahwa tujuan hidup adalah menuju infinitum (ketidakterbatasan). Karya disertasi Pak Damar membedah pemikiran Alfred North Whitehead (1861-1947). Menukil Withehead, Pak Damar menjelaskan bahwa, "Tuhan bisa dinalar, misalnya dengan mengandaikan adanya titik bergantung pada garis, garis pada bidang, bidang pada ruang, dan seterusnya." Penalaran terhadap Tuhan ini menjadi pintu untuk memahami hidup dan kesejatian. Selamat jalan, Sang Begawan. ● |
Post a Comment