Battle of SurabayaKi Supriyoko ; Guru Besar Pascasarjana UST Jogjakarta, Pengampu kuliah teknik informatika dan komputer |
JAWA POS, 03 Maret 2014
Mengejutkan sekaligus membanggakan! Baru saja Battle of Surabaya (BOS), sebuah film animasi dua dimensi yang digarap STMIK Amikom Jogjakarta berhasil menjadi juara dalam International Movie Trailer Festival (IMTF) untuk kategori People's Choice Award. Mengejutkan karena kita tak punya tradisi memenangi film animasi dalam sebuah festival tingkat dunia yang diikuti puluhan negara, termasuk negara maju Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Australia, dsb. Tetapi, sekarang kemenangan itu menjadi realitas! Membanggakan karena film animasi buatan Indonesia di bawah manajemen perguruan tinggi swasta (PTS) mampu menyisihkan ratusan film animasi lainnya. Dalam festival ini BOS menyisihkan 246 film "trailer" dari 20 negara. Sebagai catatan, dalam festival tersebut film berjudul Istanbul United yang bercerita tentang bersatunya tiga kelompok suporter sepak bola fanatik di Istanbul, Turki, juga berhasil menjadi juara untuk kategori Documentary Award. Film ini bukan diproduksi oleh lembaga pendidikan tinggi, tetapi merupakan garapan pekerja seni profesional dari daratan Eropa. Keberhasilan sebuah PTS di Indonesia dalam festival film dunia telah mengusik establisitas masyarakat kita yang umumnya memustahilkan PTS bisa berprestasi di tingkat dunia. Kalau kita jujur, sampai hari ini mayoritas masyarakat Indonesia memosisikan PTN di strata pertama dan PTS di strata kedua dan ketiga dalam banyak hal. Di AS, lembaga PTS mendapatkan perlakuan sama dengan PTN. Tidak sedikit PTS mendapat bantuan finansial dalam jumlah yang signifikan dari pemerintah, baik pusat (country) maupun negara bagian (state). Harvard University yang sangat dikenal adalah PTS; dan menurut catatan Unesco dalam "A New Dinamic: Private Higher Education" (2009), sekitar 60 persen dana operasional merupakan bantuan pemerintah. Dengan kondisi itu wajar banyak PTS di AS terkenal di seluruh dunia. Di samping Harvard University yang berkiprah di Cambridge, Massachusetts; ada Columbia University di New York City, New York; California Institute of Technology di Pasadena, California; Princeton University di Princeton, New Jersey; Yale University di New Haven, Connecticut; Illinois Institute of Technology di Chicago, Illinois, dan sebagainya. Bagaimana PTS di Indonesia? Perlakuan terhadap PTS tak sebaik PTN. Hampir seluruh biaya operasional PTS harus dicari oleh lembaga bersangkutan. Khusus STMIK Amikom Jogjakarta, dalam laporan Unesco disebut hampir 100 persen biaya operasional dicari secara mandiri. Dalam posisi seperti itu, kalau ada PTS di Indonesia yang mampu berprestasi di tingkat dunia seperti kemenangan BOS dalam IMTF layak diapresiasi. Hal ini juga membuktikan bahwa visi entrepreneurship bagi sebuah perguruan tinggi merupakan alternatif yang menjanjikan. Apabila kita cermati, visi PTS yang menggarap Battle of Surabaya tersebut adalah menjadi perguruan tinggi kelas dunia yang unggul dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang berbasis entrepreneurship (global entrepreneurial university). Misinya menjadi perguruan tinggi terbaik di Asia Tenggara dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang berbasis entrepreneurship pada 2020. Sekarang kita bisa membuktikan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berbasis entrepreneurship bisa memberikan hidup dan kehidupan bagi mahasiswa dan alumni perguruan tinggi. Kalau pembuatan BOS melibatkan 70-an animator, itu berarti terdapat puluhan mahasiswa, dosen, dan alumnus yang bisa langsung mempraktikkan pengetahuan keteknologiannya ke dalam produk film yang layak jual di mancanegara. Artinya, mahasiswa sejak di bangku kuliah sudah merintis karir dan profesionalisme sekaligus meng-entrepreneur karya kreatifnya. Kiranya model global entrepreneural university yang mengoptimalkan teknologi informasi dan berbasiskan entrepreneurship perlu dijadikan model pengembangan perguruan tinggi di Indonesia masa depan. Lembaga PTS yang menggarap Battle of Surabaya sendiri membuktikan belasan kali memenangkan festival karya kreatif. Misalnya, juara Indonesia ICT Award (Inaicta) (2013) untuk kategori E-Inclution dan ICT Social Entrepreneurship, Indosat Wireless Information Communication (IWIC) (2006), Asia Pasific ICT Awards (2006), The Best e-Practice ADOC Award Taiwan (2005), dan ASEAN Developer Citra Award (2004) untuk kategori Entre-preneurship. Kiranya kita perlu bangga, PTS yang dalam banyak hal sering dinomorduakan di negeri ini ternyata mampu mempersembahkan juara dunia untuk film animasi dua dimensi, ... Battle of Surabaya !!! ● |
Post a Comment