Mendedah Irasionalitas Caleg

Mendedah Irasionalitas Caleg

 Agus Sutono  ;   Dosen Prodi PPKn FPIPS IKIP PGRI Semarang,
Mahasiswa S-3 Ilmu Filsafat UGM
SUARA MERDEKA,  13 Maret 2014
                                                                                                                 
                                                                                                                     
                                                                                         
                                                                                                             
PEMILU legislatif pada 9 April 2014 menjadi ajang pertarungan keras bagi 6.607 caleg yang mengincar kursi DPR yang berjumlah ’’hanya’’ 560. Kita bisa membayangkan betapa sengit persaingan tersebut, belum lagi caleg yang mengincar kursi pada tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota yang mencapai ribuan.

Ternyata urusan perebutan kursi, tidak hanya uang yang bekerja tapi juga kekuatan supranatural, dan bahkan sebagian caleg menggarap serius lewat cara itu. Jadilah mereka menjadi caleg irasional. Kematian ’’dukun politik’’ akibat terpeleset setelah memimpin ritual pemenangan seorang caleg di Gua Langse, Purwosari, Gunung Kidul, beberapa hari lalu, adalah satu contoh yang menunjukkan perilaku irasional caleg.

Kerja-kerja politik dalam era demokrasi yang seharusnya berpijak pada hal-hal rasional, seperti kampanye program, menjual kompetensi dan kualitas diri telah digantikan kerja-kerja supranatural yang justru mengerdilkan para caleg. Logika macam apa sebenarnya yang ada dalam kepala caleg irasional seperti itu?

Pola perilaku politik caleg irasional mengingatkan kita pada teori Van Peursen (1984),  tentang alam pikiran mistis, ontologis, dan fungsional, dalam bingkai sebuah perkembangan mental masyarakat.  Dalam tahapan alam pikiran mistis, kehidupan yang penuh magis dan hal-hal supranatural menjadi sebuah kewajiban dalam menjalani tiap tindakan.

Dalam magi atau dunia supranatural, manusia memperoleh landasan mental dalam melakukan dan mengejar tujuan. Pertimbangan utama dalam mengejar tujuan hidup mendasarkan pada sejumlah pertimbangan irasional. Logika normal tidak pernah bekerja dalam situasi seperti itu kecuali logika supranatural.

Sudah sedemikian parahkah caleg irasional memercayakan kerja politik melalui dunia supranatural? Tidak bakal muncul logika sehat dari kepala caleg irasional ketika kerja-kerja politik itu mereka lakukan tidak berdasarkan hukum politik yang sehat dan seharusnya. Rasionalitas berpolitik yang menuntut caleg sering turun ke dapil, menjual gagasan dan menawarkan integritas diri, tidak akan menjadi prioritas tatkala logika yang ia tanamkan dalam keyakinan kerja politiknya adalah logika supranatual. Sulit membayangkan wujud masa depan bangsa ini ketika pertimbangan irasional menjadi bekal caleg terpilih merumuskan keputusan penting menyangkut nasib bangsa.

Pada akhirnya, menjadi penting untuk membongkar struktur logis dari hal yang tidak logis berkait fenomena caleg irasional ini. Rasa tak percaya diri menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka memilih memanfaatkan supranaturalitas dalam kerja politik. Hal yang senyatanya tidak logis bahkan menjadi pelarian dalam menemukan sandaran mental, yaitu sebentuk rasa percaya diri. Namun menjadi penting pula menelisik lebih jauh, mengapa muncul ketidakpercayaan diri.

Salah satu ketidakpercayaan diri para caleg irasional ini sangat mungkin karena tingginya tingkat persaingan, sementara kekuatan dana yang dimiliki terbatas. Bisa juga mereka tak mampu mengampanyekan program karena memang kapasitas secara personal di bawah rata-rata.
Kita gampang memahaminya mengingat kini begitu mudah menjadi caleg, hanya bermodal uang, tampang, dan popularitas, tak perlu dibarengi kemampuan menyampaikan gagasan. Lihatlah alat peraga kampanye di sudut atau tepi jalan, mereka terlihat begitu tampan dan cantik tanpa kita pernah tahu kualitas sesungguhnya.

Partai Modern

Karenanya, menjadi begitu penting bagi partai untuk membenahi perekrutan caleg supaya tidak lahir caleg irasional. Partai harus mereformasi diri menjadi modern supaya bisa membangun demokrasi yang penuh nilai-nilai rasionalitas dalam diri seluruh kader dan anggota partai berkait aktivitas politik mereka.

Juga penting bagi caleg sebelum memutuskan terjun ke politik, pastikan untuk mengukur diri, bahwa menjadi wakil rakyat yang terhormat haruslah memiliki kapasitas dan kualitas yang baik. Selain itu, selalu memiliki pertimbangan rasional dengan logika rasional, dan bukan logika irasional.

Meminjam istilah wanita filsuf dari Jerman, Hannah Arendt (1906-1975), politik adalah ’’seni untuk mengabadikan diri dalam karya-karya pengabdian yang penuh nilai-nilai dedikasi yang akan terus dicatat dalam sejarah bangsa di mana ia mengabdikan diri.” Menjadi wakil rakyat adalah panggilan dan pilihan pengabdian, bukan lowongan pekerjaan yang dapat diperoleh dengan mantra, ritual gaib, dan cara-cara kotor. Caleg perlu berjuang  dengan kerja-kerja politik yang rasional supaya mencapai proses ”pengabadian diri”.

Selanjutnya, hal penting bagi para pemilih adalah supaya benar-benar memilih caleg yang tidak terindikasi dalam kelompok irasional tersebut. Jika sampai salah pilih maka yakinlah, kelak muncul produk-produk legislasi, yang bisa jadi dirumuskan lewat pertimbangan irasional alias tidak masuk akal.

Mau dibawa ke mana bangsa ini selanjutnya? Bangsa ini butuh caleg-caleg yang mampu mengartikulasi nilai-nilai politik sebagai sebuah ìseni pengabadian diriî , karena hanya dengan cara itulah kita bisa menemukan makna politik dan proses pencapaiannya. Jadi, selamat memilih dengan bijak.
Indeks Prestasi

Post a Comment