Cabut Bebas Bersyarat Corby!Hikmahanto Juwana ; Guru Besar Fakultas Hukum UI |
MEDIA INDONESIA, 17 Februari 2014
“Salah satu ketentuan ialah berkaitan dengan honor yang akan diterima Corby untuk wawancara dan foto eksklusifnya. Honor tersebut berpotensi untuk disetorkan kas negara dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak.” BERITA pasca pembebasan bersyarat narapidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby dari Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali, masih belum sirna. Terlebih ketika ada media Australia mengabarkan Corby mendapat kontrak berupa imbalan uang dalam jumlah yang fantastis atas wawancara dan foto eksklusif dari sebuah perusahaan media asal Australia. Keadaan itu mencuatkan wacana tidak saja di Indonesia, tetapi juga di Australia. Apakah tepat seorang narapidana yang melakukan tindak kriminal murni justru menuai untung dari proses hukum yang dijalaninya? Apalagi tuduhan pidananya tidak main-main, yakni pengedar narkoba yang dapat merusak generasi penerus di Indonesia. Status Corby Hingga saat ini status Corby masih tetap narapidana. Pembebasan bersyarat hanya memberi hak kepada narapidana untuk menjalani sisa masa hukuman di luar lembaga pemasyarakatan. Untuk mendapatkan bebas bersyarat itu, harus dipenuhi sejumlah syarat. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamen Kumham) Denny Indrayana, Corby sebenarnya telah memenuhi salah satu syarat tersebut sejak 2011, yakni telah menjalani 2/3 masa hukuman. Namun, pembebasan bersyarat Corby baru dilakukan 15 Januari 2014 setelah menimbang syarat lainnya. Banyak pihak di Indonesia mengecam pemberian pembebasan bersyarat Corby. Bahkan ada yang menduga bahwa itu merupakan barter dengan diekstradisinya buron kasus BLBI Adrian Kiki Ariawan dari Australia. Ada pula yang menduga pemerintah mendapat tekanan dari pemerintah Australia sama seperti ketika Presiden memberi Corby grasi lima tahun. Semua itu dibantah Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Menteri mengatakan pembebasan bersyarat dalam rangka menegakkan hukum. Bahkan Menteri Hukum dan HAM pun menyatakan itu bukan merupakan kemurahan hati pemerintah. Apa pun kilah pemerintah, nasi telah menjadi bubur. Tidak mungkin pengecam pemerintah berhasil membatalkan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Corby. Saat ini Corby sedang menikmati masa-masa menjalani hukuman di luar lembaga pemasyarakatan (LP) di sebuah resor eksklusif dengan pelayanan bak ratu. Belum diketahui siapa yang membayar itu semua. Keluarga Corby, dermawan, ataukah perusahaan media yang mengontrak Corby untuk memberikan wawancara eksklusif? Setor honor Mengingat status Corby masih narapidana, berbagai ketentuan bagi narapidana tetap berlaku untuknya meski berada di luar LP. Salah satu ketentuan ialah berkaitan dengan honor yang akan diterima Corby untuk wawancara dan foto eksklusifnya. Honor tersebut berpotensi untuk disetorkan kas negara dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jika merujuk ke Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 (PP No 38/2009) Pasal 1 angka (1) huruf (e) disebutkan jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia meliputi penerimaan dari jasa tenaga kerja narapidana. Wawancara dan foto eksklusif merupakan jasa yang diberikan Corby sebagai narapidana. Atas pemberian jasa itu Corby menerima imbalan dari perusahaan media asal Australia. Oleh karenanya, dengan merujuk ke Pasal 1 ayat (1) huruf (e) penghasilan yang diterima Corby merupakan penerimaan jasa tenaga kerja narapidana. Penerimaan itu yang harus disetor Kemenkum dan HAM ke kas negara sebagai PNBP. Bila tidak dilakukan penyetoran, siapa pun di Kemenkum dan HAM yang bertanggung jawab untuk melakukan penyetoran akan dianggap telah merugikan keuangan negara. Mereka yang merugikan keuangan negara berpotensi untuk didakwa dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Jumlah uang yang harus disetor ke negara ialah seluruh penerimaan Corby berdasarkan kontrak yang dibuat dengan perusahaan media Australia. Itu sesuai yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan `Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berupa Jasa Tenaga Kerja Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (e) adalah sebesar nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerja sama'. Sudah saatnya Kemenkum dan HAM melakukan investigasi dan klarifikasi apakah Corby benar mendapatkan imbalan dari wawancara dan foto eksklusifnya. Itu perlu dilakukan karena kakak Corby, Mercedes, menyebutkan Corby tidak menerima honor dengan angka yang fantastis. Kemenkum dan HAM perlu juga menginvestigasi bila uang diberikan, tetapi dimasukkan ke rekening pihak ketiga yang dipercaya Corby. Kemenkum dan HAM tidak perlu khawatir untuk menegakkan PP No 38/2009 karena Corby ialah warga negara asing (WNA). Meski WNA, Corby berada di Indonesia dan karena itu, semua peraturan perundang-undangan di Indonesia berlaku baginya. Corby tidak kebal hukum dan tidak boleh dikecualikan dari hukum yang berlaku di Indonesia. Penegakan PP No 38/2009 juga dalam rangka komitmen pemerintah untuk memiskinkan pelaku kejahatan luar biasa (extraordinary) seperti korupsi dan, tentunya, narkoba. Pemerintah pun perlu menenangkan publik di Indonesia yang melihat suatu ketidakadilan atas peristiwa Corby dengan pembebasan bersyaratnya. Publik bertanya mengapa pelaku kejahatan luar biasa menjadi kaya karena mendramatisasi proses hukum yang dijalaninya di negeri seperti Indonesia? Pelanggaran Hal lain yang perlu mendapat perhatian dari Kemenkum dan HAM ialah isi atau konten wawancara eksklusif Corby. Bisa jadi Corby akan menyampaikan dari Kemenkum dan HAM ialah isi atau konten wawancara eksklusif Corby. Bisa jadi Corby akan menyampaikan pembelaannya bahwa ia tidak bersalah. Itu dilakukan untuk menggiring dan membenarkan opini publik di Australia bahwa proses hukum di Indonesia telah salah (miscarriage of justice). Kemungkinan juga pewawancara media Australia akan menanyakan bagaimana perlakuan aparat penegak hukum mulai polisi, jaksa, hakim, hingga sipir yang menangani Corby. Pewawancara dapat diduga ingin mendapatkan pernyataan-pernyataan negatif Corby atas aparat hukum di Indonesia sehingga bisa menjadi ‘berita’ di Australia. ‘Berita’ itulah yang akan menjadi perhatian publik di Australia yang pada gilirannya akan mendatangkan iklan. Biaya untuk semua keperluan Corby diwawancara secara eksklusif akan lunas terbayar. Bila isi wawancara tersebut benar menghina, melecehkan, atau merendahkan aparat penegak hukum, Corby dapat dijeratkan dengan Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal tersebut menentukan, ‘Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu pe nguasa atau badan umum yang ada di Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah’. Demikian pula bila Corby menjelekjelekkan Indonesia, itu pun berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat. Saat ini publik Indonesia muak melihat kelakuan Corby pascapembebasan secara bersyarat. Kegeraman dan kemarahan publik di Indonesia atas pemberitaan Corby yang kontradiktif dengan statusnya sebagai narapidana terus menumpuk. Publik pun sudah tidak dapat menahan kemarahannya setiap kali mendengar pemberitaan Corby. Publik merasa pemerintah dan Indonesia seolah dilecehkan perilaku tidak tahu berterima kasih Corby. Perilaku itu dimulai dengan perayaan pembebasan bersyaratnya di resor mewah Seminyak. Berfoto dengan memegang botol bir bersama adik prianya, Michael. Padahal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, bir ialah minuman haram. Tentu pemerintah dapat bertanya apakah tindakan Corby sepadan dengan cemoohan publik terhadap pemerintah ketika Presiden memberikan grasi lima tahun dan kini Menteri Hukum dan HAM memberi pembebasan bersyarat? Peribahasa air susu dibalas dengan air tuba sangat tepat menggambarkan kelakuan liar Corby yang membalas upaya pemerintah untuk memberi grasi dan pembebasan bersyarat. Agar wibawa pemerintah tidak merosot di mata publik, bila Corby dianggap melakukan tindak pidana dalam wawancara eksklusifnya atau menimbulkan keresahan masyarakat, pembebasan bersyarat Corby harus dicabut. Konsekuensinya Corby harus kembali ke LP untuk menjalani sisa hukuman. Bila perlu, pemerintah tidak perlu lagi memberi remisi kepada Corby. Kemenkum dan HAM harus berani membatalkan pembebasan bersyarat Corby bila satu atau beberapa syarat-syarat yang ditetapkan terpenuhi. Kemenkum dan HAM tidak perlu merasa sungkan atau ewuh pakewuh dalam menerapkan hukum karena khawatir adanya tekanan pemerintah Australia. Kedaulatan negara Republik Indonesia harus dijunjung tinggi. Tidak ada kata lain selain cabut pembebasan bersyarat Corby! Terlebih bila pelanggaran telah dilakukan sang narapidana tersebut. ● |
Post a Comment