Merumahsusunkan WargaNirwono Joga ; Koordinator Gerakan Indonesia Menghijau |
SINAR HARAPAN, 21 Februari 2014
Salah satu upaya memutus mata rantai banjir adalah menormalisasi bantaran kali, seperti yang sudah dimulai di Kali Sentiong. Hal ini membawa konsekuensi relokasi warga penghuni bantaran kali secara besar-besaran. Keterbatasan lahan kota mendorong penyediaan hunian vertikal berupa rumah susun (rusun) untuk menampung warga pindahan dari bantaran kali dalam jumlah besar. Pembangunan rusun sesuai Perda No 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta 2030 (disahkan Desember 2013), memetakan lokasi-lokasi yang dapat dikembangkan sebagai kawasan hunian vertikal terpadu. Pemerintah (dan pengembang-red) dapat mengembangkan kawasan hunian vertikal terpadu dengan konsep berimbang 1:2:3, berupa satu menara gedung komersial (perkantoran, pusat perbelanjaan, pendidikan, klinik kesehatan, tempat ibadah), dua menara apartemen menengah atas untuk kalangan pekerja, dan tiga menara rumah susun sederhana milik atau sewa (rusunami/rusunawa) untuk masyarakat berpendapatan rendah. Pemerintah membangun infrastruktur jalan, saluran air, kolam penampung dan pengolah air, daerah resapan air, jaringan utilitas listrik, air bersih dan gas, pengolahan limbah dan sampah, serta jaringan transportasi internal (trotoar, jalur sepeda) dan eksternal (dekat stasiun kereta api atau halte TransJakarta). Luas kawasan yang dibangun tidak melebihi dari koefisien dasar bangunan sebesar 70 persen, 30 persen lahan dijadikan ruang terbuka hijau (RTH) berupa taman untuk berolahraga, berinteraksi warga atau kegiatan bersama lainnya. Taman dilengkapi kolam penampung air yang berfungsi ekologis (penampung dan pengolah air lokal) dan estetis (atraksi air mancur, pendingin iklim mikro). Kebun-kebun sayuran dikembangkan dalam bentuk taman dinding dan taman atap yang dikelola warga. Kawasan terintegrasi dengan tata ruang kota, lokasi dekat jalur transportasi publik dan infrastruktur yang sudah siap. Ketersediaan semua fasilitas pokok (perkantoran, pendidikan, perbelanjaan, ibadah, dan rekreasi) dalam satu kawasan terpadu membuat penghuni cukup berjalan kaki atau bersepeda ke tempat tujuan. Kawasan bebas emisi karbon dan pencemaran udara dari kendaraan. Kawasan terpadu menyediakan lapangan kerja untuk warga. Bagi warga yang berprofesi sebagai pemulung diberdayakan dalam pengelolaan sampah, bertanggung jawab memilih, memilah, dan mengolah produksi sampah. Tukang ojek dan parkir beralih profesi mengelola parkir kendaraan penghuni dan tamu, hingga sepeda sewa. Pembantu rumah tangga atau buruh cuci menjadi tenaga pembersih gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen. Warga dengan keterampilan terlatih atau pendidikan akademis bekerja di perkantoran, pusat perbelanjaan, lembaga pendidikan, hingga pengelolaan gedung. Seluruh menara yang dibangun memenuhi persyaratan standar bangunan hijau. Bangunan memperhatikan faktor lingkungan dan menerapkan konsep bijak guna lahan, hemat dan konservasi air, hemat energi dan pemanfaatan energi terbarukan, hemat bahan dan mengurangi limbah bangunan, serta menjaga kualitas udara dalam ruangan sehingga terhindar dari sindrom bangunan sakit. Di Hong Kong, Taiwan, dan Singapura, untuk menutup biaya operasional pemeliharaan dan perawatan rusun, setiap menara dari 20 lantai, pada lantai dasar hingga lantai 5 dipergunakan untuk pasar tradisional dan bengkel kerja (workshop, studio) pelatihan keterampilan, usaha industri rumah tangga atau rumah produksi. Di sini, pemerintah menyediakan lapangan kerja mandiri, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan penghuni rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Untuk memenuhi kebutuhan rusun yang besar, Pemprov DKI Jakarta dapat meminta bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, dan Perumnas, serta menggandeng pemerintah kota/kabupaten dan para pengembang se-Jabodetabek. Pemprov DKI Jakarta, melalui lurah dan camat setempat, menyampaikan kepastian kepada warga, terutama yang bermukim di bantaran kali yang akan direlokasi, ke rusun mana, kapan akan dipindahkan, dan bagaimana ganti untungnya. Warga diberikan pendampingan pemahaman transformasi sosial budaya dari gaya hidup di hunian horizontal ke vertikal, seperti edukasi penggunaan dan pemeliharaan listrik, air, lift, dan bangunan, serta perubahan sistem kerukunan dan interaksi antartetangga. Ke depan, kawasan permukiman yang rawan banjir, kebakaran, atau masalah sosial seperti kriminalitas dan prostitusi dapat segera diremajakan menjadi kawasan hunian vertikal terpadu. Pemerintah dan pengembang meremajakan permukiman. Jadi, percepatan pembangunan hunian vertikal dan kawasan terpadu yang terintegrasi dapat segera dimulai di tanah milik pemda atau pengembang. Dengan membangun hunian vertikal dalam kawasan terpadu, pemerintah tidak hanya menyelesaikan persoalan perumahan, tetapi sekaligus masalah transportasi, kemacetan lalu lintas, penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan warga, dan penyediaan RTH yang memadai. ● |
Post a Comment